Kenali Punca-punca Masalah Graduan Kita Menganggur

0 comments


Ramai majikan memberitahu bahawa masalah graduan yang dihadapi masa kini kebanyakkan sama sahaja rentaknya.

Anda perlu mengetahui masalah dan realiti yang berlaku pada hari ini untuk memastikan anda tidak tergolong di dalam golongan yang dinyatakan di bawah ini.
Ini maklumat yang lebih jelas mengenai masalah yang dihadapi oleh Jobseeker. Ia merupakan kajian daripada pasukan Jobstreet.

7 Punca Utama Graduan Menganggur

1. Masalah penguasaan Bahasa Inggeris yang lemah: 56%

Ya, sememangnya ia satu perkara yang benar. Perkara seperti ini anda boleh lihat sendiri pada rakan-rakan terdekat anda yang baru tamat belajar. Cuma lakukan sesi perbualan dalam bahasa inggeris. Dan anda sendiri akan lihat hasilnya.

2. Masalah sikap dalam diri yang teruk: 37%

Apabila pihak kami mengkaji sendiri, apakah masalah sikap yang dinyatakan ini. Sikap yang dinyatakan sebagai teruk ini adalah seperti tidak mempunyai adab ketika temuduga, tidak mahir dalam komunikasi secara profesional, dan tidak mempunyai persediaan yang rapi menghadapi dalam menghadapi temuduga.
Sikap begini yang dilabel sebagai satu sikap yang teruk. Mengambil mudah dalam sesuatu perkara.

3. Mengharapkan gaji yang tidak realistik: 33%

Anda kena fahami, anda bersaing dengan ratusan graduan yang lain dan mereka yang mempunyai pengalaman yang sedang mencari kerja. Apakah beza calon fresh graduate dan mereka yang berpengalaman? Demand Gaji.
Jika calon fresh graduate memohon gaji yang tidak realisitik. Sah-sah memang anda akan ditolak permohonannya.

4. Kemahiran yang ada tidak berpadanan dengan kehendak pasaran: 30%

Ya lambakan graduan yang tidak berpadanan dengan kehendak pasaran juga boleh dijadikan sebagai satu faktor mengapa ramai yang menganggur. Lihat sini untuk mengetahui sektor pekerjaan demand pada waktu sekarang.
https://www.studymalaysia.com/education/top-stories/the-most-in-demand-jobs-in-malaysia-2015-2016

5. Terlalu memilih kerja dan syarikat: 28%

Buat graduan baharu, tiga tahun pertama untuk anda collect sebanyak mana pengalaman yang anda boleh.
Jangan terlalu memilih kerja kerana ia satu persaingan yang sangat sengit buat waktu sekarang ini. Terima sahaja kerja yang mampu memberikan diri anda nilai tambah yang baik. Don’t make people pay for your time, but make people pay you by your VALUE.

6. Tiada kemahiran menyelesaikan masalah: 26%

Kemahiran seperti critical thinking juga ramai yang tidak mahir. Jika dilihat kenapa ia berlaku. Graduan-graduan seperti ini tidak pernah melibatkan diri dalam aktiviti di dalam Universiti. Hanya fokus kepada ilmu dan pengetahuan tanpa menghiraukan soft skills yang lain.
Sebenarnya, waktu di universiti lah calon perlu mengambil peluang untuk mengasah soft skills mereka untuk menjadi lebih baik.

7. Tahap pengetahuan yang lemah: 24%

Pengetahuan ini besar aspeknya, ia boleh merangkumi pengetahun am dan umum dalam memastikan kebolehpasaran graduan untuk mengisi kekosongan jawatan yang telah ditawarkan.
Kajian yang diberikan oleh Jobstreet ini bukanlah satu petunjuk di mana kita mahu “pointing a finger” mana-mana pihak, tetapi kita kena tahu realitinya. Anda kena keluar dari ‘LOOP’ graduan yang bermasalah seperti ini supaya anda menyedarinya dengan lebih awal dan mengambil tindakan untuk mengubahnya.
Kita bukan mahu bercerita untuk mendapatkan pekerjaan dan terima gaji sahaja. Kita mahu graduan pergi lebih jauh dalam setiap kerjaya yang diceburi. Mahu ataupun tidak, kita kena kenal pasti masalah yang dihadapi dan sedaya upaya untuk selesaikannya.
——————————————————————————-

Suka dengan entri ini ? Inginkan lebih banyak info-info temuduga, resume dan macam-macam lagi, sila klik gambar dibawah.



Biografi Bashar Al Assad - Laknatullah -

0 comments
Inilah Tokoh yang telah membunuh ribuan ahlussunnah di Suriah

Bashar Al-Asad, Presiden Syiah Nushairiyyah -LAKNATULLAH-

Sudah begitu banyak perilaku keji yang dilakukan tentara Bashar, seorang Syiah Nushairiyyah terhadap para tahanan Sunni di dalam penjara. Yang paling parah adalah ketika mereka menyuruh para tahanan untuk mengagungkan Bashar, bahkan bersujud kepada presiden Suriah itu. Jika ada yang membangkang, maka akan dibunuh pada saat itu juga. Bentuk-bentuk perintah keji yang dilakukan tentara Bashar ini bukan sekedar siksaan belaka yang tidak ada tendensinya. Oleh karena itu, mari sejenak kita menilik lagi sejarah kaum Syiah Nushairiyyah pada masa awalnya.

Syiah Nushairiyyah berawal mula dari seorang Persia yang bernama Muhammad ibn Nusairi an-Numair. Dari dialah agama asing Syiah Nushairiyyah ini berdiri. Seorang manusia makhluk lemah yang mengaku-ngaku sebagai Tuhan, dia membuat agama yang tidak bisa diterima kecuali oleh akal para pendosa, orang gila, gelandangan dan anak jalanan yang sudah ‘rusak’ akalnya.

Syiah Nushairiyyah ini adalah agama yang sangat mudah yang tidak membutuhkan usaha yang melelahkan untuk menjalankannya. Pengikut agama Nushairiyyah ini, jika mereka ingin shalat cukup dengan menyebut lima nama, tidak ada tuntutan zakat, segala yang haram dalam Islam menjadi halal bagi mereka, bahkan mereka dibolehkan menzinahi ibunya, saudaranya, atau anaknya sendiri. Sungguh hanya orang-orang sangat bodoh yang mau menerima agama konyol ini, bahkan para pengikut agama ini rela bersujud dan bersyukur kepada manusia lemah pendiri aliran yang mengatasnamakan agama ini.

Jika kita melihat realitas kehidupan manusia normal, maka agama menyimpang seperti ini sangat tidak bisa diterima oleh orang-orang yang berakal sehat, tidak bisa diterima oleh orang yang paham dan mengerti tentang agama. Maka, agama seperti ini tidak lebih hanya diikuti segelintir manusia, yaitu manusia dengan moral serendah-rendahnya dan sehina-hinanya.

Dari masa pendiri Nushairiyyah ini, kita beralih ke masa tiga puluhan abad silam, untuk menelisik lagi jejak pengikut agama tak bermoral ini. Orang-orang yang mau menjadi pengikut agama hina ini tak lebih baik dari binatang, sebagaimana Allah Ta’ala telah menerangkan bahwa seluruh benda, hewan, tumbuhan, dan banyak manusia bersujud kepada Pencipta mereka yang hakiki, yaitu Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَلِلّهِ يَسْجُدُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعاً وَكَرْهاً وَظِلالُهُم بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ

“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (Ar-Ra’du: 15)

Kita juga tahu dalam Al-Qur’an bahwa burung Hud-hud pun mengingkari kelakuan kaum Saba’ yang menyembah selain Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya,

وجدتها وقومها يسجدون للشمس من دون الله وزين لهم الشيطان أعمالهم فصدهم عن السبيل فهم لا يهتدون، ألا يسجدون لله الذي يخرج الخبء في السماوات والأرض ويعلم ما تخفون وما تعلنون

“Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.” (An-Naml: 24, 25)

Ironisnya, mereka yang mengikuti agama Nushairiyyah ini malah menjadikan diri mereka makhluk serendah-rendahnya dan sehina-hinanya makhluk, padahal Allah Ta’ala sudah memuliakan manusia dari makhluk-makhluk lainnya, Allah berfirman,

ولقد كرمنا بني آدم وحملناهم في البر والبحر ورزقناهم من الطيبات وفضلناهم على كثير ممن خلقنا تفضيل

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Al-Isro’: 70)

Akan tetapi, pada realitanya di zaman yang sedang kita bicarakan tadi, banyak manusia yang ‘rusak’ akalnya bersujud kepada sesama makhluk yang bernama Sulaiman Al-Mursyid.

Sulaiman Al-Mursyid, seorang penggembala sapi yang diangkat martabatnya oleh Perancis sehingga dia mengaku-aku sebagai Tuhan. Untuk tujuan itu, Perancis merancang jas kepresidenan yang di dalamnya dipasangi rangkaian elektronik dengan batu baterei dan sakelar yang berada di saku jasnya. Cukup dengan memencet sakelar dalam sakunya, maka memancarlah cahaya dari rangkaian listrik dalam jas itu. Pada saat itulah, seluruh pengikut Nushairiyah dan dinas intelijen Perancis bersujud kepada Sulaiman Al-Mursyid dengan membaca doa: “Anta Ilahii…Engkaulah Tuhan sesembahanku.”

Apakah ada yang lebih konyol dari perbuatan semacam di atas? Bagaimana bisa mereka para pengikut Nushairiyyah ini rela menghinakan dirinya hanya untuk sesama makhluk? Coba kita simak firman Allah Ta’ala tentang Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan dan meminta disembah. Allah Ta’ala berfirman,

فاستخف قومه فأطاعوه إنهم كانوا قوماً فاسقي

“Maka Fir’aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.” (Az-Zukhruf: 54)

Sekarang, mari kita bandingkan dengan realita yang terjadi di zaman yang kita alami sekarang. Di bumi Syam, bumi Islam di negara Suriah, di mana Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

مادامَ أهلُ الشامِ بخيرٍ فأنتم بخي

“Selama penduduk Syam baik, maka kalian juga akan baik.” (Sunan At-Tirmidzi)

Kita lihat Nushairiyyah zaman sekarang di Suriah, mereka memaksa umat Muslim untuk mengibadahi Tuhan baru mereka, Bashar Al-Asad. Karena menurut mereka tidak ada lagi yang lebih berkuasa di Suriah selain Bashar Al-Asad, maka mengapa mereka tidak menuhankannya dan menyembahnya saja? Seperti inilah pemaksaan ketuhanan yang dilakukan kaum Nushairiyyah.

Pengikut pemimpin Nushairiyyah sekarang ini sudah menentang Rabb Semesta alam di depan berjuta manusia, pengikut lainnya ada yang mentahrif Al-Qur’an, bahkan ada yang mengatakan, “Kalaupun matahari terbit dari barat, maka pada saat itu kekuasaan Tuhan kami (Bashar) tidak akan hilang.”

Beginilah hakikat Syiah Nushairiyyah, secara tidak langsung mereka sudah mengingkari Rububiyah dan Uluhiyah Allah Ta’ala, bahkan mereka menjadikan Tuhan selain Allah sebagai tandingan-Nya. Sekarang, yang mereka tuhankan adalah Bashar Al-Asad.

Kita berharap, semoga orang-orang yang hati dan pandangan mereka masih tertutup kabut kebodohan, segera paham tentang hakikat yang terjadi di Suriah. Dan agar mereka semua tahu bahwa Allah Ta’ala menjadi saksi atas mereka, Allah Maha Melihat, Maha Mendengar dan Mengetahui segala gerak-gerik mereka. Tidak ada yang bisa menutupi apa yang terjadi di Suriah dengan membagus-baguskannya atau menghiasinya, karena Allah akan mengungkapnya pada hari yang akan tiba. Allah Ta’ala berfirman,

ستكتب شهادتهم ويسألون

“Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban.” (Az-Zukhruf: 19)
Artikel ini diterjemahkan dari situs www.almokhtsar.com

Ada Apa dengan Bulan Sya'ban?

0 comments

- Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin [1]

Berikut ini uraian singkat tentang beberapa masalah yang berkaitan dengan bulan Sya’bân:

PERTAMA, TENTANG KEUTAMAAN PUASA BULAN SYA’BÂN

Dalam shahih Bukhâri dan Muslim, diriwayatkan bahwa A’isyah radhiyallâhu'anha menceritakan,

“Aku tidak pernah melihat Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam puasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhân dan aku tidak pernah melihat Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam puasa lebih banyak dalam sebulan dibandingkan dengan puasa Beliau pada bulan Sya’bân.”[2]

Dalam riwayat Bukhâri, ada riwayat lain,

“Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam berpuasa penuh pada bulan Sya’bân.”[3]

Dalam riwayat lain Imam Muslim,

“Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam berpuasa pada bulan Sya’bân kecuali sedikit.”[4]

Imam Ahmad rahimahullâh dan Nasa’i rahimahullâh meriwayatkan sebuat hadits dari Usâmah bin Zaid radhiyallâhu'anhu, beliau mengatakan,

“Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam tidak pernah berpuasa dalam sebulan sebagaimana Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam berpuasa pada bulan Sya’bân. Lalu ada yang berkata, ‘Aku tidak pernah melihat anda berpuasa sebagaimana anda berpuasa pada bulan Sya’bân.’ Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menjawab, ‘Banyak orang melalaikannya antara Rajab dan Ramadhân. Padahal pada bulan itu, amalan-amalan makhluk diangkat kehadirat Rabb, maka saya ingin amalan saya diangkat saat saya sedang puasa."[5]



KEDUA, TENTANG PUASA NISFU (PERTENGAHAN) SYA’BÂN

Ibnu Rajab rahimahullâh menyebutkan dalam al- Lathâ’if, (hlm. 143, cet. Dar Ihyâ’ Kutubil Arabiyah) dalam Sunan Ibnu Mâjah dengan sanad yang lemah dari ‘Ali radhiyallâhu'anhu bahwa Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda, Jika malam nisfu Sya’bân, maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah pada siangnya. Karena Allâh Ta'ala turun pada saat matahari tenggelam, lalu berfirman, “Adakah orang yang memohon ampun lalu akan saya ampuni ? adakah yang memohon rizki lalu akan saya beri ? …”[6]

Saya mengatakan,

“Hadits ini telah dihukumi sebagai hadits palsu oleh penulis kitab al Mannâr. Beliau rahimahullâh mengatakan (Majmu’ Fatawa beliau 5/622), ‘Yang benar, hadits itu maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat Abu Bakr, Abdullah bin Muhammad, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Abi Bisrah. Imam Ahmad rahimahullâh dan Yahya bin Ma’in rahimahullâh mengatakan, ‘Orang ini pernah memalsukan hadits'.”

Berdasarkan penjelasan ini, maka puasa khusus pada pertengahan Sya’bân itu bukan amalan sunnah. Karena berdasarkan kesepakatan para ulama’, hukum syari’at tidak bisa ditetapkan dengan hadits-hadits yang derajatnya berkisar antara lemah dan palsu. Kecuali kalau kelemahan ini bisa tertutupi dengan banyaknya jalur periwayatan dan riwayat-riwayat pendukung, sehingga hadits ini bisa naik derajatnya menjadi Hadits Hasan Lighairi. Hadits Hasan Lighairi boleh dijadikan landasan untuk beramal kecuali kalau isinya mungkar atau syadz (nyeleneh).



KETIGA, TENTANG KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BÂN

Ada beberapa riwayat yang dikomentari sendiri oleh Ibnu Rajab rahimahullâh setelah membawakannya bahwa riwayat-riwayat ini masih diperselisihkan. Kebanyakan para ulama menilainya lemah sementara Ibnu Hibbân rahimahullâh menilai sebagiannya shahih dan beliau membawakannya dalam shahih Ibnu Hibbân.

Diantara contohnya, dalam sebuah riwayat dari ‘Aisyah radhiyallâhu'anha,

“Sesungguhnya Allâh Ta'ala akan turun ke langit dunia pada malam nisfu Sya’bân lalu Allâh Ta'ala memberikan ampunan kepada (manusia yang jumlahnya) lebih dari jumlah bulu kambing-kambing milik Bani Kalb.”

Hadits ini dibawakan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Mâjah. Tirmidzi rahimahullâh menyebutkan bahwa Imam Bukhâri rahimahullâh menilai hadits ini lemah. Kemudian Ibnu Rajab rahimahullâh menyebutkan beberapa hadits yang semakna dengan ini seraya mengatakan, “Dalam bab ini terdapat beberapa hadits lainnya namun memiliki kelemahan. “

As-Syaukâni rahimahullâh menyebutkan bahwa dalam riwayat ‘Aisyah radhiyallâhu'anha tersebut ada kelemahan dan sanadnya terputus. Syaikh Bin Bâz rahimahullâhmenyebutkan bahwa ada beberapa hadits lemah yang tidak bisa dijadikan pedoman tentang keutamaan malam nisfu Sya’bân.



KEEMPAT, TENTANG SHALAT PADA MALAM NISFU SYA’BÂN

Untuk masalah ini ada tiga tingkatan:

Tingkatan pertama, shalat yang dikerjakan oleh orang yang terbiasa melakukannya diluar malam nisfu Sya’bân. Seperti orang yang terbiasa melakukan shalat malam. Jika orang ini melakukan shalat malam yang biasa dilakukannya diluar malam nisfu Sya’bân pada malam nisfu Sya’bân tanpa memberikan tambahan khusus dan dengan tanpa ada keyakinan bahwa malam ini memiliki keistimewaan, maka shalat yang dikerjakan orang ini tidak apa-apa. Karena ia tidak membuat-buat suatu yang baru dalam agama Allâh Ta'ala

Tingkatan kedua, shalat yang khusus dikerjakan pada malam nisfu Sya’bân. Ini termasuk bid’ah. Karena tidak ada riwayat dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam yang menyatakan Beliaumemerintahkan, atau mengerjakannya begitu juga dengan para shahabatnya. Adapun hadits Ali radhiyallâhu'anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah rahimahullâh, “Jika malam nisfu Sya’bân, maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah pada siangnya.”, sudah dijelaskan (di atas) bahwa Ibnu Rajab rahimahullâh menilainya lemah, sementara Rasyid Ridha rahimahullâh menilainya palsu.

Hadits seperti ini tidak bisa dijadikan sandaran untuk menetapkan hukum syar’i. Para Ulama memberikan toleran dalam masalah beramal dengan hadits lemah dalam masalah fadhâilul a’mâl, tapi itupun dengan beberapa syarat yang harus terpenuhi, diantaranya,

Syarat pertama, kelemahan hadits itu tidak parah. Sementara kelemahan hadits (tentang shalat nisfu Sya’bân) ini sangat parah. Karena diantara perawinya ada orang yang pernah memalsukan hadits, sebagaimana kami nukilkan dari Muhammad Rasyid Ridha rahimahullâh.
Syarat kedua, hadits yang lemah itu menjelaskan suatu yang ada dasarnya. Misalnya, ada ibadah yang ada dasarnya lalu ada hadits-hadits lemah yang menjelaskannya sementara kelemahannya tidak parah, maka hadits-hadits lemah ini bisa memberikan tambahan motivasi untuk melakukannya, dengan mengharapkan pahala yang disebutkan tanpa meyakininya sepenuh hati. Artinya, jika benar, maka itu kebaikan bagi yang melakukannya, sedangkan jika tidak benar, maka itu tidak membahayakannya karena ada dalil lain yang dijadikan landasan utama.

Sebagaimana sudah diketahui bahwa dalam dalil yang memerintahkan untuk menunaikan shalat nisfu Sya’bân, syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi karena perintah ini tidak memiliki dalil yang shahih dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab rahimahullâh dan yang lainnya.

Dalam al-Lathâif (hlm. 145) Ibnu Rajab rahimahullâh mengatakan,

“Begitu juga tentang shalat malam pada malam nisfu Sya’bân, tidak ada satu dalil sahih pun dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam maupun dari shahabat.

Muhammad Rasyid Ridha rahimahullâh mengatakan,

“Allâh Ta'ala tidak mensyari’atkan bagi kaum Mukminin satu amalan khusus pun pada malam nisfu Sya’bân ini, tidak melalui kitabullah, ataupun melalui lisan Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam juga tidak melalui sunnah Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.”

Syaikh Bin Baz rahimahullâh mengatakan,

“Semua riwayat yang menerangkan keutamaan shalat malam nisfu Sya’bân adalah riwayat palsu.”

Keterangan terbaik tentang shalat malam nisfu Sya’bân yaitu perbuatan sebagian tabi’in, sebagaimana penjelasan Ibnu Rajab dalam al-Lathâif (hlm. 144), “Malam nisfu Sya’bân diagungkan oleh tabi’in dari Syam. Mereka bersungguh-sungguh melakukan ibadah pada malam itu. Dari mereka inilah, keutamaan dan pengagungan malam ini diambil.

Ada yang mengatakan, ‘Riwayat yang sampai kepada mereka tentang malam nisfu Sya’bân itu adalah riwayat-riwayat isra’iliyyat.’ Ketika kabar ini tersebar diseluruh negeri, manusia mulai berselisih pendapat, ada yang menerimanya dan sependapat untuk mengagungkan malam nisfu Sya’bân, sedangkan Ulama Hijâz mengingkarinya. Mereka mengatakan, ‘Semua itu perbuatan bid’ah.’

Tidak diragukan lagi, pendapat ulama Hijaz ini adalah pendapat yang benar karena Allâh Ta'ala berfirman, yang artinya,

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
(QS. al-Maidah/5:3)

Seandainya shalat malam nisfu Sya’bân itu bagian dari agama Allâh, tentu Allâh Ta'ala jelaskan dalam kitab-Nya, atau dijelaskan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam melalui ucapan maupun perbuatan Beliau. Ketika keterangan itu tidak ada, itu berarti shalat khusus ini bukan bagian dari agama Allâh Ta'ala.

Semua (ibadah) yang bukan bagian dari agama Allâh Ta'ala adalah bid’ah, sementara ada dalil shahih dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, bahwa Beliau bersabda, "Semua bid’ah itu sesat.”

Tingkatan ketiga, dikerjakan malam itu satu shalat khusus dengan jumlah tertentu dan ini dilakukan tiap tahun.Maka ini lebih parah daripada tingkatan kedua dan lebih jauh dari sunnah. Riwayat-riwayat yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits palsu.

As-Syaukâni rahimahullâh mengatakan (al-Fawâidul Majmû’ah, hlm. 15),

“Semua riwayat tentang shalat malam nisfu Sya’bân ini adalah riwayat bathil dan palsu.”



KELIMA, TERSEBAR KABAR DI MASYARAKAT BAHWA PADA MALAM NISFU SYA’BÂN ITU DITENTUKAN APA YANG AKAN TERJADI TAHUN ITU

Ini kabar yang bathil. Malam penentuan takdir kejadian selama setahun itu yaitu pada malam qadar lailatul Qadar).

Allâh Ta'ala berfirman, yang artinya,

“Hâ mîm. Demi Kitab (al Qur’ân) yang menjelaskan.
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi
dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah."
(QS. ad-Dukhân/44:1-4)

Malam diturunkannya al-Qur’ân adalah lailatul qadar. Allâh Ta'ala berfirman, yang artinya,

“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Qurân) pada malam kemuliaan.”
(QS. al-Qadr/97:1)

yaitu pada bulan Ramadhân, karena Allâh Ta'ala menurunkan al-Qur’an pada bulan itu.

Allâh Ta'ala berfirman, yang artinya,

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al Qur’ân.”
(QS. al-Baqarah/2:185)

Orang yang mengira bahwa malam nisfu Sya’bân merupakan waktu Allâh Ta'ala menentukan apa yang akan terjadi dalam tahun itu berarti dia telah menyelisihi kandungan al-Qur’an.



KEENAM, ADA SEBAGIAN ORANG MEMBUAT MAKANAN PADA HARI NISFU SYA’BÂN DAN MEMBAGIKANNYA KEPADA FAKIR MISKIN

Ini yang mereka namakan ‘asyiyâtul wâlidain. Perbuatan ini juga tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam. Sehingga mengkhususkan amalan ini pada nisfu Sya’bân termasuk amalan bid’ah yang telah diperingatkan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dengan sabda Beliau, ”Semua bid’ah itu sesat.”

Ketahuilah, orang yang membuat kebid’ahan dalam agama Allâh Ta'ala ini berarti dia telah terjerumus dalam beberapa larangan :
a. 

Perbuatannya menyiratkan pendustaan terhadap kandungan firman Allâh Ta'ala, yang artinya

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu.”
(QS. al-Maidah/5:3)

Karena apa yang dibuat-buat ini dan diyakini sebagai bagian dari agama ini tidak termasuk agama ketika agama ini diturunkan. Dengan demikian, ditinjau dari kebid’ahan ini berarti agama itu belum sempurna (sehingga perlu disempurnakan-red)

b. Membuat-buat suatu yang baru menyiratkan kelancangan terhadap Allâh dan rasulNya.

c. 

Orang yang membuat-buat suatu yang baru berarti ia memposisikan dirinya sama dengan Allâh Ta'ala dalam menghukumi manusia. Allâh berfirman, yang artinya,

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allâh
yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allâh?”
(QS. as-Syuura/42:21)

d. Membuat-buat suatu baru berkonsekuensi satu diantara dua. Yang pertama, Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam tidak tahu bahwa amalan ini bagian dari agama dan kedua, Nabi tahu namun Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menyembunyikannya. Kedua anggapan ini adalah celaan kepada Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam karena yang pertama menuduh Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam tidak tahu syari’at dan kedua menuduh Beliau menyembunyikan bagian dari agama Allâh yang Beliau ketahui.

e. Kebid’ahan menyebabkan manusia berani terhadap syari’at Allâh Ta'ala. Ini sangat dilarang oleh Allâh Ta'ala.

f. 

Kebid’ahan ini akan memecah belah umat. Karena masing-masing membuat manhaj sendiri dan menuduh yang lain masih kurang. Ini akan menyeret umat kedalam apa yang dilarang Allâh Ta'ala dalam firman-Nya, yang artinya,

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang
yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.
mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,"
(QS. Ali Imrân/3:105)

dan dalam firman-Nya, yang artinya,

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agama mereka
dan mereka menjadi bergolong-golong,
tidak ada sedikitpun tanggung-jawabmu kepada mereka.
Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allâh,
kemudian Allâh akan memberitahukan kepada mereka
apa yang telah mereka perbuat.”
(QS. al-An’âm/6:159)

g. Kebid’ahan ini membuat pelakunya tersibukkan sehingga meninggalkan suatu yang disyariatkan. Para pembuat bid’ah itu, tidaklah membuat suatu kebid’ahan kecuali pada saat yang sama dia telah menghancurkan syariat yang sepadan dengannya.



Sesungguhnya apa yang tercantum dalam kitabullah dan sunnah yang shahih itu sudah cukup bagi orang-orang yang mendapat hidayah dari Allâh Ta'ala.

Allâh Ta'ala berfirman,

“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb kalian
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Katakanlah, “Dengan kurnia Allâh dan rahmat-Nya,
hendaklah mereka bergembira dengannya. karunia Allâh
dan rahmat-Nya itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
(QS. Yûnus/10:57-58)

Dalam ayat lain Allâh Ta'ala berfirman, yang artinya,

“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku,
ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.”
(QS. Thaha/20:123)

Akhirnya saya memohon kepada Allâh Ta'ala agar senantiasa memberikan petunjuk kepada kita dan kepada saudara-saudara kita kaum Muslimin menuju shirâtul mustaqîm dan saya memohon kepada Allâh Ta'ala agar senantiasa menolong kita di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allâh Maha Dermawan dan Maha Pemurah.



[1] Diterjemahkan dengan sedikit ringkas dari Majmu’ Fatawa beliau, 20/25-33
[2] HR Bukhâri, no. 1969 dan Muslim, no. 1156 dan 176
[3] HR Bukhâri, no. 1970
[4] HR Muslim, no. 1156 dan 176
[5] HR Ahmad, 5/201 dan Nasâ’i, 4/102
[6] HR Ibnu Mâjah, no. 1388

Hukum Pelaburan Di ASB ASN Dan Seumpamanya

0 comments
Di Selangor hukum pelaburan di ASB, ASN dan seumpamanya adalah seperti berikut:

“Setelah meneliti setiap pandangan ahli mesyuarat dan hujah-hujah yang dikemukakan, maka Mesyuarat Jawatankuasa Fatwa Negeri Selangor Kali Ke 2/2011 yang bersidang pada 12hb. April 2011M bersamaan 8 Jumadal Ula 1432H telah bersetuju memutuskan bahawa Pelaburan Amanah Saham Nasional (ASN), Amanah Saham Bumiputera (ASB) dan Seumpamanya adalah tidak halal kerana masih belum menepati hukum syarak dengan alasan seperti berikut:-

1. Skim Amanah Saham Nasional ( ASN ) dan Amanah Saham Bumiputera ( ASB ) secara jelas terlibat dalam aktiviti pelaburan yang bercampur-campur antara patuh syariah dan tidak patuh syariah sebahagian besarnya adalah daripada sektor kewangan konvensional. Ini berdasarkan hadis riwayat Jabir Al-Ja’fi daripada Ibnu Mas’ud
Maksudnya : “ Tidak bercampur antara yang halal dan yang haram, melainkan mengalahkan yang haram atas yang halal . ” 

2. Skim Amanah Saham Nasional ( ASN ) dan Amanah Saham Bumiputera ( ASB ) diklasifikasikan sebagai dana unit amanah tidak patuh syariah oleh Majlis Penasihat Syariah Suruhanjaya Sekuriti kerana terlibat dalam pelaburan tidak lulus syariah iaitu pelaburan dalam kaunter perbankan konvensional berteraskan faedah melalui Maybank dan pasaran wang.

3. Sumbangan kepada tidak patuh syariah adalah terbesar yang tidak bertepatan dengan kehendak syarak serta kadar yang berubah-ubah ini menyukarkan pelabur untuk membuat pembersihan terhadap hasil dividen.”

Pelaburan ASB, ASN dan seumpamanya di syarikat konvensional adalah seperti berikut:

a. Malayan Banking Berhad 28.49%
b. Fraser & Neave Holdings Berhad 0.95%
c. PNB Structured Investment Fund 0.87%
d. British American Tobacco (Malaysia Berhad) 0.78%

Sehingga kini, semua dana amanah di bawah PNB tidak diklasifikasikan mematuhi syariah. (Rujuk:http://www.sc.com.my/eng/html/resources/stats/UTF.pdf danhttp://1.bp.blogspot.com/_ScCQP38N_8...600-h/ASB2.JPG). Jika menurut kayu ukur (benchmark) peratusan pelaburan haram dalam sesebuah syarikat yang dibuat oleh Majlis Penasihat Syariah Suruhanjaya Sekuriti hendaklah pada kadar yang minima dan boleh dimaafkan. Walau bagaimanapun, jumlah pelaburan ASB, ASN dan seumpamanya itu telah melebihi daripada tanda aras yang dibenarkan dan sudah menjadikan pelaburan haram menguasai dana pelaburan ASB. Ini menyebabkannya menjadi haram.

Bagaimanapun satu aspek kritikal yang perlu juga diambil kira dalam mengesahkan pelaburan ASB ialah berkenaan aspek akad pelaburan yang digunakan. Adakah ia mudabarah atau musyarakah atau apa? dan jika mudarabah, perlu diingat bahawa jika akadnya tidak sah dari sudut syara’ maka seluruh pelaburan adalah batal tanpa mengira dalam industri halal atau haram ia dilaburkan.

Maka setelah dirujuk ke PNB dan buku prospektus ASB kita dapati bahawa termaktub bahawa modal (capital) pelaburan ASB adalah di jamin oleh PNB yang bermakna syarat dalam akad pelaburan ini telah bercanggah dengan syarat pelaburan Mudarabah dalam Islam.

Menurut mazhab Syafie, akad pelaburan tadi adalah batal. Malah modal pelaburan tidak boleh dijamin oleh pihak yang menguruskan pelaburan juga di fatwakan oleh Majma’ Fiqh Islami atau OIC Islamic Fiqh Academy dalam konvensyen ke-9 yang mana telah diputuskan bahawa jaminan modal hanya dibenarkan jika ia datang dari pihak ketiga. Dan dengan syarat ia tidak dimasukkan di dalam kontrak mudarabah.

Adakah perkara ini dipelihara oleh ASB? tidak sama sekali kerana mereka langsung tidak mempunyai Penasihat Syariah. Secara mudahnya, untuk mengenalpasti sesuatu institusi kewangan itu mematuhi syariah atau tidak, sila rujuk sama ada institusi itu mempunyai panel Penasihat Syariah ataupun tidak. Sepatutnya jika Malaysia ingin menjadi Global Islamic Banking and Finance Hub, sebagaimana diwarwarkan, PNB harus diislamisasikan terlebih dahulu. Gunakan konsep mudarabah dalam pelaburan mereka dan melabur di kaunter halal sahaja.

Ada banyak lagi kaunter halal untuk melabur walaupun kurang sikit dividen, biar halal dan berkat walaupun sedikit, daripada banyak tapi haram dan merosakkan kehidupan kita.

by Majlis Agama Islam Selangor